Pagi kemarin (29/03/2021) berita tentang kapal Evergreen yang menutup terusan Suez akhirnya berhasil dievakuasi berseliweran di lini massa. Tentu saja berita ini membuat siapa pun yang mendengarnya menghembuskan napas lega.
Pada hari Selasa lalu (23/03/2021), Kapal Kargo Evergreen yang merupakan Kapal Kargo terbesar di dunia ini tersangkut di terusan Suez dan menyumbat terusan tersibuk di dunia yang menghubungkan Laut Tengah dan Laut Merah.
Lumpuhnya jalur yang digunakan oleh setidaknya 10% kapal dagang dunia ini diperkirakan menyebabkan kerugian hingga USD 9M perhari dan berdampak pada ketersediaan logistik dunia.
Kejadian ini tentu saja menjadi bencana bagi berbagai industri di dunia, tidak terkecuali industri pangan. Belum selesai permasalah logistik yang muncul akibatnya adanya pembatasan border wilayah yang menyebabkan terlambatnya kapal-kapal yang mengangkut bahan baku, kini aktivitas operasional kembali terancam terhambat dengan adanya kejadian kandasnya Kapal Kargo Evergreen yang menutup terusan Suez.
Kejadian tertutupnya Terusan Suez pasti memberi dampak pada berbagai industri, tidak terkecuali industri pangan. Beberapa industri makanan hanya memiliki supplier yang terbatas atau bahkan single supplier. Sehingga kejadian terganggunya jalur logistic akan berpengaruh signifikan terhadap berjalannya bisnis.
Bahkan Menurut Lora Cecere dalam artikelnya di Forbes, walau kapal Evergiven milik Evergreen sudah tidak tersangkut, keadaan supply chain dunia tidak serta merta langsung kembali lancar.
Terganggunya jalur logistic bisa saja menyebabkan keterlambatan masuknya bahan baku ke organisasi dan menyebabkan menipisnya ketersediaan stock bahan baku yang nantinya bisa berdampak pada terganggunya rencana produksi yang dapat menurunkan kepuasan pelanggan dan hilangnya opportunity yang dimiliki oleh organisasi. Belum lagi dengan adanya kemungkinan munculnya berbagai penyedia bahan baku baru dalam kondisi mendesak yang menyebabkan meningkatnya potensi food fraud.
Sebelum terjadinya masalah Terusan Suez ini, Board of Directors FSSC telah melakukan pembaruan terhadap skema FSSC. Pembaruan dilakukan pada bulan November 2020 setelah melakukan review terhadap munculnya masalah ketersediaan bahan baku akibat permasalahan logistic yang muncul karena adanya pembatasan akses masuk berbagai negara yang disebabkan oleh kebijakan pengendalian penyebaran virus Covid-19 di awal tahun 2020 lalu sehingga akses lalu lintas pengiriman bahan baku menjadi terhambat.
Kejadian ini menyebabkan beberapa industri pangan terpaksa menghentikan produksinya akibat adanya aturan seleksi supplier untuk memastikan bahwa semua supplier yang digunakan dapat menjamin keamanan produk baik dari segi food safety maupun food fraud dan food defense. Masalah ini terdengar senada dengan permasalah tertutupnya Terusan Suez yang terjadi minggu lalu. Ketidaktersediaan bahan baku yang diakibatkan oleh adanya gangguan pada jalur logistik.
Kejadian tersebut membuat FSSC menetapkan persyaratan supplier management yang dicantumkan pada document additional requirement klausa 2.5.1 (skema dapat diunduh secara gratis di web FSSC).
FSSC mewajibkan semua pelaku industri yang bergerak dibidang pangan harus memiliki aturan terkait pengadaan barang dalam kondisi emergency dengan tetap mempertimbangkan persyaratan yang ditetapkan oleh organisasi.
Para pelaku industri pangan diwajibkan untuk mendeskripsikan secara detail tentang apa yang seharusnya dilakukan untuk menghadapi kemungkinan adanya pengadaan barang dalam situasi darurat seperti pembatasan border akibat Covid-19 atau mati-nya lalu lintas akibat kandasnya kapal kargo Evergreen di Terusan Suez.
Beberapa hal yang mungkin bisa dilakukan oleh pelaku industri pangan misalnya adalah membuat aturan larangan penggunaan supplier tunggal, pengembangan source bahan baku lokal, atau ketetapan karantina produk akhir selama masa seleksi bahan baku dari supplier baru.
Dengan adanya peraturan terbaru dari FSSC tersebut, diharapkan bisa membuat semua pelaku industri pangan melakukan assessment terhadap supplier management yang telah dimiliki dan dapat mengendalikan semua risiko yang muncul akibat adanya permasalahan gangguan logistik yang mungkin terjadi. Ketika risiko dan mitigasi telah dilakukan, diharapkan dampak yang mungkin dialami oleh para pelaku industri pangan dapat ditekan ke angka minimum dan tetap dapat menjalankan bisnisnya.
Laras Wahyu
30 Maret 2021
Food Safety-Quality